Sabtu, 16 November 2013

BELAJAR DARI TUKANG PARKIR

Belajar Memaknai Hidup Kepada Tukang Parkir Si Pahlawan Recehan Di setiap sudut keramaian pasti kita menemukan juru parkir yang biasa kita sebut sebagai JUKIR, di universitas, perempatan jalan, lapangan yang ramai dikunjungi, konser dadakan, mall, pasar, dan tempat-tempat lainnya yang cenderung ramai. Seseorang yang bekerja dengan jasanya untuk memandu kita memparkirkan kendaraan yang kita gunakan. Orang yang menyambut kita pertama kali saat berada di suatu tempat.
Orang yang mengenakan dresscode pakaian dengan rompi orange yang menggunakan gestur tubuh sebagai alat komunikasinya. Atau sekedar orang yang mencari nafkah. Saya yakin sangat banyak devinisi yang berbeda dari setiap kepala. Itu sangat wajar. Seringkali kita memaknai satu objek dengan sudut pandang dan kaca mata yang berbeda. Dan argumen setiap orang tidak dapat di salahkan. Kecuali jika hasil argumen melenceng dari fakta di lapangan. Misalnya ketika menjawab pertanyaan di atas seseorang menjawab “tukang parkir adalah orang yang setiap hari bekerja mengemudikan pesawat jet”. Itu jelas jawaban yang tidak pada tempatnya.Jawaban-jawaban yang telah di sebutkan di atas adalah gambaran besar kegiatan tukang parkir yang dapat kita amati secara kasat mata. Dialah orang yang pertama kali menyambut kita saat tiba di suatu tempat, memandu kita memparkirkan kendaraan dengan benar, menjaga kendaraan kita dari hal-hal yang tidak kita inginkan, dan pada akhirnya mengembalikan kendaraan kita dengan kondisi utuh dengan imbalan upah yang tidak besar jumlahnya. Bisa dipastikan di setiap sudut kota atau keramaian ada tukang parkir tetap ataupun tukang parkir serabutan. Yang saya maksud sebagai tukang parkir tetap adalah tukang parkir yang mengelola tempat parkir secara legal contohnya di dalam mall, universitas dan instansi-instansi umum lainnya.
Sedangkan tukang parkir serabutan yang saya maksud adalah tukang parkir yang dadakan atau tiba-tiba saja ada di tempat keramaian contohnya lapangan yang menjadi tempat konser, perempatan, pertigaan, pertokoan yang yang tidak mempunyai satpam atau juru parkir pribadi , dan tempat-tempat lainnya. Contoh kongrit yang saya temukan ketika di jalan adalah ketika ada seorang pemuda berpakaian apa adanya, bertindik, bertato, dan berpenampian ala kadarnya yang nyambi sebagai seorang tukang parkir, itulah salah satu contoh tukang parkir serabutan yang saya maksudkan karena mereka tak digaji oleh PEMKOT ataupun PEMDA, mereka hanya sekedar mencari uang dengan menjadi seorang tukang parkir.
Di balik semua pekerjaan yang dilakukan oleh tukang parkir kemudian, apakah kita mengira bahwa bekerja menjadi tukang parkir merupakan sebuah pekerjaan rendahan yang tidak menghasilkan apa-apa melainkan hanya recehan uang yang tidak bernilai? Apakah kita juga menganggap bahwa tukang parkir itu hanya untuk kalangan ekonomi bawah yang tidak berpendidikan? Jika kita masih beranggapan dan berfikiran masih seperti itu berarti kita masih blum mengerti tentang makna hidup, segera rubah dan buang jauh-jauh anggapan itu dari dalam isi kepala, karena itu semua adalah kesalahan yang sangat fatal, anggapan yang sangat salah baik ditinjau dari berbagai sudut manapun kita melihatnya. Pertama, Allah SWT telah menerangkan bahwa “Orang yang paling mulia disisi Allah SWT adalah orang yang paling bertaqwa diantara kalian”. Jadi jika kamu orang yang kaya harta, lalu mempunyai jabatan tinggi, namun tidak ada ketaqwaan dalam dirimu, maka sesungguhnya kamu itu lebih rendah dibanding tukang parkir yang bertaqwa kepada Allah SWT. Kedua, bahwa “Allah SWT tidak melihat pada bentuk tubuh-tubuh kalian dan tidak juga kepada bentuk rupa-rupa kalian, tetapi Dia melihat hati-hati kalian "(HR. Muslim 2564/33). Jadi setampan dan secantik apapun dirinya, namun hatinya tidak sebagus wajahnya, itu juga tidak akan dilihat oleh Allah SWT.
Lalu apa yang dapat kita pelajari dan mengambil makna dari sebuah “keikhlasan” si tukang parkir? Allah SWT memerintahkan kepada seluruh hambaNYA untuk sabar dan ikhlas dalam menghadapi ujian maupun musibah. karna yang demikian itu akan mendatangkan kebaikan bagi kita. Begitu juga kita diharuskan bersyukur disaat kita senang dan bahagia, karena itu juga kan mendatangkan kebagikan bagi kita. Allah adalah pemilik alam semesta beserta isinya, termasuk apa yang kita miliki saat ini adalah milik Allah SWT, harta benda kita, keluarga kita baik anak atau pun istri/suami kita, itu tak lain adalah milik Allah yang telah dititipkan kepada kita. Dan tentunya jika kiranya Allah SWT mengambil kembali apa yang telah Dia miliki, apakah kita pantas untuk menolaknya? Namun kenyataannya, ketika kita kehilangan salah satu dari keluarga kita ataupun kita kehilangan harta benda yang selama ini kita cari dengan susah payah, banyak sekali dari kita yang tidak sabar atau menyadari bahwa semua itu adalah titipan, sekali lagi itu adalah titipan. Bisa jadi harta yang kita miliki itu terdapat keharaman dalam mencarinya, begitu juga dengan keluarga yang lebih dulu meninggalkan kita, itu tak lain karena Allah telah berkehendak. Ingat, ketika kita dilahirkan kedunia, kita hidup tanpa membawa apa-apa, lalu kemudian Allah SWT memberi (menitipkan) kepada kita berupa harta, tahta dan keluarga, maka seharusnya bagi orang yang berakal itu merelakan jika suatu ketika Sang Pemilik segalanya mengambilnya dari kita.
Cobalah sekarang kita tengok kepada “Tukang Parkir” yang mungkin sekarang sedang memarkir atau menjaga mobil/motor mewah kita. Dan cobalah teliti lebih dalam dan seksama lagi. Ketika si tukang parkir tersebut kamu minta untuk menjaga atau memarkirkan kendaraan kita yang super mewah, tentunya dia dengan senang hati akan melaksanakannya. Karena itu sudah menjadi tugas dia sebagai tukang parkir. Lalu pada akhirnya kita meminta (mengambil) kembali kendaraan mewah yang kita miliki tersebut, pertanyaannya: “Apakah tukang parkir tersebut marah dan tidak mau memberikan kendaraan tersebut kepada kita?” “Apakah tukang parkir tersebut mengumpat dengan perkataan yang kotor saat kita keluar dari area parkir dan meninggalkan apa yang telah dititipkan padanya?” Tukang parkir tersebut tentu tidak akan marah saat kita mengambil kembali kendaraan yang kamu titipkan tersebut, malahan si tukang parkir dengan senang hatinya akan memberi jalan yang luas dan menjaga agar kita bisa keluar dari area parkir dengan selamat.
Tukang parkir juga tidak akan memaki, mengumpat, menangis, mengucapkan kata kotor atau lainnya saat dia melihat bahwa barang (kendaraan) yang dititipkan kepadanya itu diambil oleh pemiliknya. Baik itu yang mewah mahal harganya ataupun yang tidak berharga sama sekali. Bahkan dia akan sangat ikhlas dan ridho sekali meskipun barang atau kendaraan tersebut ludes habis tak berbekas diambil semua oleh sang pemiliknya. Begitulah kehidupan ini, kita selayaknya belajar ikhlas dari tukang parkir tersebut, yang dititipi dengan berbagai macam kemewahan, tapi ia selalu sadar bahwa semuanya itu bukan hak dan miliknya, itu semua hanyalah titipan yang sewaktu-waktu akan diambil oleh pemiliknya. Dan semua yang kita miliki ini tak lain adalah Milik Allah SWT, Pemilik alam semesta beserta isinya. Dari tugas-tugas di atas, ada satu kegiatan yang terus terang harus kita renungi dan kita ambil pelajarannya. “Menjaga kendaraan dari kegiatan yang tidak kita inginkan”.
Tugas seorang Tukang parkir tidaklah mudah. Dia diberi kepercayaan menjaga titipan orang lain. Bahkan berusaha memantau jika sewaktu-waktu terjadi kehilangan atau tindak kejahatan lainnya. Jasa Tukang parkir sangat besar bagi kita yang menyadarinya. Kata “titipan” Menjadi satu kata yang seharusnya kita perdalam. Seorang Tukang parkir selalu berusaha menjaga titipannya dengan sangat hati-hati. Tujuannya satu. Agar kepercayaan yang diberikan oleh sang Empunya kendaraan terselamatkan. Dia tidak pernah sombong mana kala banyak kendaraan yang di percayakan kepadanya. Dia tak pernah sedikitpun bersedih manakala kendaraan yang di jagannya kemudian di ambil kembali oleh si Empunya. Dia ikhlas menjaga titipannya meski pada akhirnya dia tak dapat memiliki seutuhnya. Dari situlah makna hidup yang dapat kita pelajari. Bahwasanya, apa yang ada pada diri kita dan datang kepada kita hanyalah sebuah “Titipan” dari yang Maha Kuasa.
Tuhan Dialah pemilik diri kita dan apa kita bisa nikmati saat ini. Kenyataannya saya adalah Tukang Parkir untuk diri kita sendiri. kita harus berusaha menjaga “Titipan” ini dengan sebaik-baiknya. “Titipan fisik” maupun “Titipan benda”. Dari situ kita seharusnya mulai bertanya, apa yang akan terjadi jika Tuhan ingin mengambil “Titipan” ini? Apa hak kita untuk menghardik-Nya? Memintanya mengembalikan sesuatu yang bukan menjadi milik kita sepenuhnya. Apa pantas jika kita memaki Tuhan? Apalagi men-dikte Tuhan untuk membuat abadi apa yang kita miliki saat ini. Bukankah itu mengkufurkan hidup kita sendiri? Contohnya saja kita renungkan kepada diri kita sendiri seperti ini “Tuhan memberi saya fisik yang sangat biasa. Saya bersyukur karena saya terlahir normal. Tuhan memberi saya keluarga terbaik. Saya bersyukur memilikinya.
Tuhan memberi saya banyak teman. Saya bersyukur karena saya tidak sendiri. Tuhan memberi saya materi yang cukup. Saya bersyukur karena saya masih bisa berbagi dengan sesama. Tuhan memberi saya lebih dan lebih. Lantas, apa alasan saya yang masih terus merasa kurang?” Belajar dari Tukang parkir. Tuhan memberi kita upah berupa pahala dan keberkahan hidup mana kala kita mampu menjaga barang “Titipan”nya. Namun, kita juga harus bersiap mana kala Tuhan mengambil satu di antaranya. kita harus siap kehilangan. kita harus bisa meng-ikhlaskan. Kita harus pandai bersyukur atas “Titipan” ini. Lantas, apa yang bisa kita sombongkan saat ini? Kecantikan fisik pasti akan pudar. Mata dengan bulu mata yang lentik akan semakin kabur dan kehilangan cahayannya. Hidung yang terlihat mancung dengan bibir seksi yang semakin indah dengan senyumanpun akan berubah mana kala usia semakin senja. Kulit halus menjadi keriput. Dan yang kuat menjadi lemah. Inikah yang harus dibanggakan! Keluarga, Teman, dan orang-orang yang saya sayangi. Mereka hanya “Titipan”. Satu persatu akan menghadap-Nya. Layaknya daun yang berguguran dari pohon. Mereka pergi dan hanya akan meninggalakan sebuah memory yang telah kita ciptakan sendiri jalan ceritanya. Terutama materi. Harta, uang, kekayaan, jabatan, kesenangan duniawi hanyalah sebuah elegi semu yang seringkali melenakan. Seolah kita memiliki slogan “Hidup untuk Materi”.
Kita lupa sedekah, lupa beribadah, lupa diri dan parahnya lagi lupa hati. Materi juga menjadi pemicu utama tindakan kejahatan. Orang berkelahi karena materi, orang bercerai karena materi, orang saling mendengki karena materi. Padahal kenyataannya, materi hanya sesaat. Tuhan tidak pernah memandang kita dari kacamata materi tetapi dari ibadah yang kita jalankan. Keyakinan yang kita pegang dan keimanan yang kita tanam dalam diri dan sanubari. Mungkin Tuhan terlalu sayang. Tuhan terlampau bijaksana. Tuhan menciptakan semua hal yang menggembirakan hati. Tuhan menitipkan apa yang menjadi miliknya. Semua hanya sebuah “Titipan”. Dan hanya menunggu “waktu” hingga Tuhan mengambil “Titipan” itu.
Semua hal tentang bersyukur dan memaknai hidup itu sebenarnya dapat kita pelajari dari hal terkecil saja seperti contohnya pekerjaan menjadi tukang parkir. Coba kita lihat lagi dan teliti kembali tentang tugas seorang juru parkir, tak bisa dibayangkan jika mereka tidak ada, selain mencari nafkah mereka juga turun serta dalam mengurangi kemacetan di jalan raya bukankah begitu? Bisa kita lihat di sekitar kita contohnya di parkiran kampus, pusat perbelanjaan misalnya, apa yang akan terjadi jika di tempat tersebut tidak ada tukang parkir yang mengatur keluar masuknya kendaraan bisa dipastikan semua kendaraan akan sangat kesulitan untuk masuk dan keluar dari tempat tersebut karena tidak tertatanya kendaraan yang parkir. Banyak hal yang dapat kita pelajari hanya dengan melihat sekeliling kita yang kadang-kadang keberadaan hal tersebut tidak pernah kita pikirkan dan tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Jadi belajar memaknai hidup itu bisa dari mana saja dan dari siapa saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar