PARIWISATA DAN MARGINALISASI
Dalam Artikel Yang Ditulis Oleh Victor Azarya
Luaiyibni Fatimatus Zuhra
135110801111014
Antropologi Sosial
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Brawijaya
Beberapa tahun terakhir publik terfokus pada efek samping yang
ditimbulkan oleh adanya globalisasi khususnya pada pariwisata internasional.
Globalisasi umumnya adalah sebuah proses dimana semakin ketatnya hubungan
politik nasional dengan politik internasional yang menghubungkan masyarakat
satu dan lainnya dalam cakupan dunia sehingga menimbulkan sebuah ketergantungan
dan menimbulkan terkikisnya jaringan lokal yang kalah bersaing dalam tatanan
global yang lebih besar.
Pariwisata merupakan hal yang telah menglobal pula dapat
menjadi sebab dan akibat dari adanya globalisasi. Tidak haya banyaknya orang
yang bertemu satu sama lain di satu tempat namun juga barang dan jasa perjalanan
yang ditawarkan dalam pariwista tersebar di seluruh dunia demi memenuhi
kebutuhan para wisatawan. Pariwisata juga berkembang sebagai akibat dari
globalisasi seperti yang dikatakan oleh Wood “ McDonald melambangkan pariwisata
yng tidak hanya melambangkan globalisasi dalam gerakan besar-besaran yang
melibatkan orang-orang saja namun juga melibatkan hubungan ekonomi, politik dan
unsure sosial budaya” (Wood, 1997:2)
Pariwisata digolongkan menjadi industry terbesar dunia
dimana pendapatan pariwisata diperkirakan melebihi industry ekspor manapun
(Wood, 1997:1;Tisdell, 2001:3) peningkatan wisatawan dari tahun ketahun
diperkirakan terus tumbuh 4,5 persen setiap tahunnya. Pariwisata cenderung
memberikan pengalaman berbeda kepada para wisatawan dimana pariwisata
menyuguhkan hal yang berbeda dan baru dari hari-hari biasa yang dijalani oleh
banyak orang. Pariwisata lebih identik dengan pusat peradaban, monument
penting, istana, situs sejarah, dan tempat-tempat rekreasi dimana Negara-negara
yang menjadi destinasi utama pariwisata bagi para wisatawan adalah Prancis, Spanyol,
Amerika Serikat, Italia, dan China (World Tourism Organization, 2003).
Efek yang
ditimbulkan oleh para wisatawan adalah selain mereka ingin mengetahui lebih
lanjut tentang tempat pariwisata itu seniri, mereka juga masih mengharapkan
pelayanan lebih dari para tuan rumah dan seakan-akan meminta para masyarakatnya
untuk menghormati mereka yan berkunjung dengan beberapa imbalan. Marginalisasi
yang diakibatkan oleh pariwisata menyebabkan para masayarakat di sekitar tempat
pariwisata menjadi terisolir dari wilayah mereka sendiri seperti contohnya
taman nasional maasai di Tanzania dimana masyarakatnya yang masih
tergolong primitive dan bersifat
berpindah-pindah (nomaden) menggantungkan hidupnya kepada alam dengan berburu
dan meramu namun sejak wilayah ini dijadikan sebagai taman nasional, hewan-hewan
liar disini digolongkan sebagai hewan yang dilindungi oleh Negara sehingga para
masyarakatnya termarginalkan dan menderita dengan tidak adanya hewan yang dapat diburu
lagi karena dianggap melanggar hukum Negara dan membahayakan bagi satwa karena
dapat terjadi kepunahan padahal nyatanya hewan yang dilindungi disini dianggap lebih
menghasilkan pendapatan yang lebih besar di bidang pariwisata daripada keprimitifan masyarakat maasai
Tanzania .
Sejak adanya taman nasional ini para masyarakatnya
kemudian diungsikan ke daerah konservasi di Ngorongro. Mereka telah menemukan
diri mereka tak berdaya pada pemerintahan yang sewenang-wenang menganggap
kehadiran mereka mengganggu dan merugikan habitat alam dan satwa liar. Betapa
ironisnya dimana masyarakat tradisional yang bergantung pada alam kemudian menjadi korban dari hukum
atas alasan sebuah konservasi perlindungan alam dan satwa, serta manusia yang
seharusnya dapat menjadikan hewan menjadi hidangan mereka malah menjadi saingan
terbesar untuk mendapatkan pengakuan Negara. Di tengah keadaan tersebut
masyarakatnya tetap hidup dalam kemiskinan dan hanya menjadi buruh di wilayah
konservasi seperti menjadi petugas keamanan dan lainnya dengan upah rendah.
Marginalitas merupakan sisi buruk dari pariwisata yang kadang tidak
diperhatikan karena pariwisata lebih terkenal dengan keuntungannya daripada
sisi kerugiannya.
1. Apakah masih dapat disebut marginalisasi
jika pada kenyataannya masyarakat di sekitar daerah pariwisata tidak terpaksa
meninggalkan tanahnya untuk pariwisata pada investor asing karena ingin mendapatkan
keuntungan dengan cara yang cepat daripada mempertahankan tanahnya yang ia
sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk menjadikan tanahnya sebagai tempat yang
dapat menghasilkan uang?