Jumat, 27 Juni 2014

PARIWISATA DAN MARGINALISASI

  PARIWISATA DAN MARGINALISASI

Dalam Artikel Yang Ditulis Oleh Victor Azarya


Luaiyibni Fatimatus Zuhra

135110801111014
Antropologi Sosial
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Brawijaya


Beberapa tahun terakhir publik terfokus pada efek samping yang ditimbulkan oleh adanya globalisasi khususnya pada pariwisata internasional. Globalisasi umumnya adalah sebuah proses dimana semakin ketatnya hubungan politik nasional dengan politik internasional yang menghubungkan masyarakat satu dan lainnya dalam cakupan dunia sehingga menimbulkan sebuah ketergantungan dan menimbulkan terkikisnya jaringan lokal yang kalah bersaing dalam tatanan global yang lebih besar.
Pariwisata merupakan hal yang telah menglobal pula dapat menjadi sebab dan akibat dari adanya globalisasi. Tidak haya banyaknya orang yang bertemu satu sama lain di satu tempat namun juga barang dan jasa perjalanan yang ditawarkan dalam pariwista tersebar di seluruh dunia demi memenuhi kebutuhan para wisatawan. Pariwisata juga berkembang sebagai akibat dari globalisasi seperti yang dikatakan oleh Wood “ McDonald melambangkan pariwisata yng tidak hanya melambangkan globalisasi dalam gerakan besar-besaran yang melibatkan orang-orang saja namun juga melibatkan hubungan ekonomi, politik dan unsure sosial budaya” (Wood, 1997:2)
Pariwisata digolongkan menjadi industry terbesar dunia dimana pendapatan pariwisata diperkirakan melebihi industry ekspor manapun (Wood, 1997:1;Tisdell, 2001:3) peningkatan wisatawan dari tahun ketahun diperkirakan terus tumbuh 4,5 persen setiap tahunnya. Pariwisata cenderung memberikan pengalaman berbeda kepada para wisatawan dimana pariwisata menyuguhkan hal yang berbeda dan baru dari hari-hari biasa yang dijalani oleh banyak orang. Pariwisata lebih identik dengan pusat peradaban, monument penting, istana, situs sejarah, dan tempat-tempat rekreasi dimana Negara-negara yang menjadi destinasi utama pariwisata bagi para wisatawan adalah Prancis, Spanyol, Amerika Serikat, Italia, dan China (World Tourism Organization, 2003).
          Efek yang ditimbulkan oleh para wisatawan adalah selain mereka ingin mengetahui lebih lanjut tentang tempat pariwisata itu seniri, mereka juga masih mengharapkan pelayanan lebih dari para tuan rumah dan seakan-akan meminta para masyarakatnya untuk menghormati mereka yan berkunjung dengan beberapa imbalan. Marginalisasi yang diakibatkan oleh pariwisata menyebabkan para masayarakat di sekitar tempat pariwisata menjadi terisolir dari wilayah mereka sendiri seperti contohnya taman nasional maasai di Tanzania dimana masyarakatnya yang masih tergolong  primitive dan bersifat berpindah-pindah (nomaden) menggantungkan hidupnya kepada alam dengan berburu dan meramu namun sejak wilayah ini dijadikan sebagai taman nasional, hewan-hewan liar disini digolongkan sebagai hewan yang dilindungi oleh Negara sehingga para masyarakatnya termarginalkan dan menderita  dengan tidak adanya hewan yang dapat diburu lagi karena dianggap melanggar hukum Negara dan membahayakan bagi satwa karena dapat terjadi kepunahan padahal nyatanya hewan yang dilindungi disini dianggap lebih menghasilkan pendapatan yang lebih besar di bidang pariwisata  daripada keprimitifan masyarakat maasai Tanzania .
Sejak adanya taman nasional ini para masyarakatnya kemudian diungsikan ke daerah konservasi di Ngorongro. Mereka telah menemukan diri mereka tak berdaya pada pemerintahan yang sewenang-wenang menganggap kehadiran mereka mengganggu dan merugikan habitat alam dan satwa liar. Betapa ironisnya dimana masyarakat tradisional yang bergantung  pada alam kemudian menjadi korban dari hukum atas alasan sebuah konservasi perlindungan alam dan satwa, serta manusia yang seharusnya dapat menjadikan hewan menjadi hidangan mereka malah menjadi saingan terbesar untuk mendapatkan pengakuan Negara. Di tengah keadaan tersebut masyarakatnya tetap hidup dalam kemiskinan dan hanya menjadi buruh di wilayah konservasi seperti menjadi petugas keamanan dan lainnya dengan upah rendah. Marginalitas merupakan sisi buruk dari pariwisata yang kadang tidak diperhatikan karena pariwisata lebih terkenal dengan keuntungannya daripada sisi kerugiannya.

1.       Apakah masih dapat disebut marginalisasi jika pada kenyataannya masyarakat di sekitar daerah pariwisata tidak terpaksa meninggalkan tanahnya untuk pariwisata pada investor asing karena ingin mendapatkan keuntungan dengan cara yang cepat daripada mempertahankan tanahnya yang ia sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk menjadikan tanahnya sebagai tempat yang dapat menghasilkan uang?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar