PENDEKATAN
POST STRUKTURALISME
DIDALAM STUDI FOLKLORE
Martha C. Sims dan
Martine Stephens dalam Bukunya Living Folklore
Luaiyibni fatimatus Zuhra
135110801111014
Antropologi sosial
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Brawijaya
Dalam
Struturalisme, fungsionalisme, dan pendekatan psikoanalitik untuk menafsirkan
cerita sebenarnya merupakan satu kesatuan yang utuh dengan satu makna paling
penting didalamnya sedangkan pada pendekatan post stukturalisme melihat sebuah
cerita rakyat melihat hal lain didalamnya dengan mengorganisasi elemen-elemen
dalam teks atau urutan peristiwa yang merupakan ide pokok dan mencari makna
lain yang tergambarkan dalam setiap cerita tergantung dalam konteks kebudayaan
serta sosialnya.
Beberapa
ahli folklore menggunakan tiga pendekatan yaitu pertama menggunakan
interpretasi feminis, kedua menggunakan etnografi timbale balik, ketiga
menggunakan pemdekatan interseksional untuk menganalisis folklore untuk
menghindari agar tidak adanya adanya merginalisasi kelompok, hirarki sosial,
dan konstruksi identitas dalam analisis mereka.
Interpretasi
feminis
Para ahli folklore mulai mempertimbangkan
pendekatan feminis dalam cerita rakyat dimana yelah banyak artikel telah
membicarakan tentang perempuan. Tidak sama dengan pendekatan funsionalis
ataupun strukturalis, para pendukung feminis berusaha untuk memperluas
prespektif tentang perempuan dan tidak hanya dalam prespektif laki-laki. Hal
ini diteliti berdasarkan beberapa hal menarik tentang cerita rakyat yang
didominasi perempuan dan menghasilkan wawasan baru dalam cerita rakyat dimana
sebuah cerita tidak hanya didominasi oleh pemeran laki-laki dan pemeran
perempuan selalu dikontrol dalam kekuasaan lingkungan mereka sendiri.
Etnogafi
reprosikal
Etnografi
reprosikal mengasumsikan bahwa kebanyakan orang tidak tahu cara berkomunikasi
melalui folklore namun mereka hanya menafsirkan folklore melalui penafsiran
mereka masing-masing. Pendekatan ini
menggabungkan pandangan para anggota masyarakat tentang folklore dan
interpretasi kontekstual. Para ahli folklore bahkan mengakui bahwa mereka juga
berputa-putar saja dalam analisis mereka sendiri dan bahkan teks mereka bisa
menjadi sebuah etnosentris maka dari itulah mereka kemudian mewawancarai
beberapa masyarakat yang kemudian mereka anggap sebagai konsultan untuk mencari
pemahaman yang lebih kompleks dan mengomentari analisis mereka saat kajian para
ahli ini telah selesai dibuat. Kesimpulannya para ahli folklore ini hanya
terfokus pada penafsiran si “konsultan” lalu mereka menganalisis kembali
menggunakan pendekatan interpreting folklore, pendekatan ini disebut sebagai pendekatan
etnografi reprosikal seperti yang dilakukan oleh Elaine Lawness dalam
penelitiannya.
Intersecsionality
Para ahli folklore mencari tahu
bagaimana, kapan, dan mengapa masyarakat bisa berbagi cerita rakyat dan cara
mereka berhubungan melalui kontak fisik, sosial, dan budaya yang mereka
ekspresikan melalui tindakan komunikasi. Para ahli ini melihat bagaimana
kemudian sebuah folklore dapat mempengaruhi kekuatan sosial dan politik melalui
karakteristik psikologis dan emosional masyarakat. Pendekatan ini
menggambarkan cara folklore dapat
berpengaruh pada masyarakat. Pendekatan ini juga memberikan dasar diskusi
tentang masalah yang bekaitan dengan kekuasaan, gender, etnis, usia, dan
dinamika sosial dalam masyarakat.
Pendekatan-pendekatan
dalam studi folklore (cerita rakyat) menginterpretasikan tentang masyarakat
yang berkomunikasi satu sama lain dalam konteks yang membentuk sebuah ekspresi
budaya serta penafsiran teks dalam konteks. Perbedaan prespektive dalam
analisis cerita rakyat telah meberikan cara lain untuk memahami konsep-konsep
yang terkait dalam cerita rakyat serta kekuatan aspek sosial dan budaya dan
bahkan aspek-aspek tersebut dapat mengekspresikan diri kita sendiri secara
informal, artistic, dan kreatif. Secara kompleks sebuah cerita rakyat
menyampaikan banyak pesan dan makna yang sangat kaya terhadap masyarakat.
-
Bagaimana sebuah cerita rakyat yang telah
dianalisis menggunakan pendekatan feminism kemudian dapat berpengaruh dan
bermakna pada masyarakat khususnya perempuan jika pada kenyataannya mereka
tidak mengerti secara utuh apa yang
dimaksudkan dan fungsi dalam cerita tersebut selain hanya sebagai mitos belaka?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar