“Review” ENTEK
AMEK KURANG GOLEK
Pujo Semedi
Dosen Antropologi
Universitas Gadjah Mada
Luaiyibni Fatimatus Zuhra
135110801111014
Antropologi Sosial
Fakultas Ilmu Budaya
Univesitas Brawijaya
Indonesia
adalah negara kepulauan dimana banyak dari populasi penduduknya menjadi nelayan. Masyarakat
nelayan indonesia tersebar sepanjang delapan puluh satu ribu kilometer
sepanjang pulau-pulau besar dan
pulau-pulau kecil di indonesia namun konsentrasi terbesar adalah
nelayan-nelayan di pantai utara jawa dimana terdapat lebih banyak daerah
pancingan ikan, pelabuhan-pelabuhan perikanan besar dan kecil yang penuh dengan
kapal-kapal besar.
Penulis
meneliti tentang dampak dari kebijakan moderenisasi rezim orde baru di
indonesia pada kehidupan sosial dan budaya masyarakat nelayan. Penulis
menjelaskan tentang kehidupan nelayan di
daerah pesisir desa Wonokerto kulon kecamatan Wiradesa kabupaten Pekalongan
dimana di desa ini ia menemukan bahwa Kekayaan hasil laut indonesia tidak mampu
membuat para nelayan hidup secara layak dan berkecukupan. Kebijakan moderenisasi rezim orde baru pada
saat penelitiannya dilakukan, perikanan laut indonesia mengalami perubahan
drastis dimana munculnya industri-industri
perikanan moderen yang semakin membuat para nelayan tradisional terhimpit
keadaannya dengan digeser oleh industri modern ini namun dibalik adanya
moderenisasi ini jelas dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengintervensi
kehidupan sosial dan politik masyarakat nelayan. Dengan bantuan hutang dari
bank dunia sebesar US$ 55 juta yang telah diinvestasikan dalam perikanan laut
negara dalam upaya menciptakan industri primer produtif yang dianggap mampu
meningkatkan penghasilan perkapita nelayan agar dapat menghasilkan komoditi
ekspor. Program moderenisasi nelayan ini mulai dikenalkan dari nelayan yang
berbasis tradisional pedesaan menjadi nelayan modern perkotaan, dari kapal
tradisional usang menjadi kapal mekanik bermesin lebih canggih.
Revolusi ini
memang mengubah produksi ikan yang semakin berkembang namun persaingan untuk
mendapatkan hal yang paling banyak menjadi polemik bagi para nelayan apalagi
nelayan-nelayan yang tidak mampu membeli perahu mekanik sendiri. Orde baru juga
mengubah orientasi politik ekonomi nelayan dengan menggeser posisi koperasi
sebagai lembaga ekonomi utama sehingga hak koperasi untuk menjalankan
pelelangan ikan diambil alih oleh pemerintah dan kemudian diserahkan pada
koperasi baru yang diciptakan dan disponsori oleh pemerintah yaitu puskud
mina. Tidak hanya puskud mina, pemerintah juga menciptakan unit lainnya
yaitu Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Organisasi-organisasi mandiri
nelayan yang diciptakan untuk mendongkrak produksi ikan di jawa memang berhasil
namun hal ini tidak berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan para nelayannya. Produksi
besar-besaran juga membuat kekayaan laut semakin menipis dan tidak terjaga
kelestariannya diperparah lagi dengan banyaknya nelayan luar daerah yang
berbondong-bondong mencari ikan di laut lepas dan memperluas daerah memancingnya
didaerah lain yang bukan daerahnya (dapat diistilahkan mencuri hasil laut
daerah lain).
Orde baru
adalah masa dimana negara mengambil langkah-langkah untuk meraup keuntungan
dari masyarakat dengan sitem pajak yang kemudian diberlakukan juga untuk para
nelayan. Hal ini menjadikan birokasi negara semakin kuat dan lebih stabil namun
masyarakat nelayan hanya dapat tunduk dan menurut.
Entek amek
kurang golek adalah sebuah peribahasa/kalimat kiasan yang ada pada masyarakat
nelayan konsumerisme dimana mereka dianggap tidak memperhatikan masa depan
dengan membelanjakan uang mereka secara boros. Uang bagi mereka dianggap
sesuatu yang murah, jika memang uang itu kurang adanya untuk memenuhi kebutuhan
maka masih ada banyak uang diluar sana untuk diambil. Penulis berpendapat bahwa
para nelayan ini hanyalah orang-orang yang terperangkap dalam kerja keras dan
angan-angan kolektif sumber daya dan kekayaan alam yang berlimpah padahal pada
saatnya kekayaan alam itu sedikit demi sedikit akan habis juga.