Kamis, 04 Desember 2014

“Review” SALAH SATU TULISAN DIDALAM BUKU PERMAINAN TAFSIR MENDUDUKI JALAN GEJAYAN

(DONGENG SERAT PERLAWANAN MASSA RAKYAT)

KARANGAN KIRIK ERTANTO

Luaiyibni Fatimatus Zuhra
135110801111014
Antropologi Sosial
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Brawijaya



Jalan mempunyai peranan yang sangat kompleks dengan salah satunya adalah  sebagai tempat politik mengibarkan benderanya, Jalan menjadi panggung politik raksasa yang tidak tanggung-tanggung untuk melumpuhkan kekuatan paling besar sekalipun dimana jalanan juga mampu menggulingkan kekuasaan pemimpin tertinggi negara. Pada 21 mei tahun 1998 presiden soeharto lengser dari jabatannya yang telah didudukinya selama tiga puluh dua tahun, lengsernya pak harto berawal dari aksi demonstrasi besar-besaran para mahasiswa yang turun ke jalan.
***
Penulis dalam tulisannya berargumen bahwa politik sepenuhnya adalah pertarungan tafsir, politik terjalin dngan penentuan pembatasan dalam komunikasi sekaligus mengenai perhatian terhadap apa yang boleh dikatakan dan mana yang tidak boleh diucapkan serta mana yang boleh dilihat dan tidak boleh dilihat. Politik tidak lagi ditentukan oleh siapa yang sedang memainkan simbol pemenang tapi siapakah yang menentukan simbol permainannya dan siapa pemegang legitimasinya.
Tulisan ini mengajak pembacanya mengingat aksi demonstrasi yang berlangsung di jalan Gejayan dimana harian Bernas menuliskan bahwa demo ini adalah “Demo Terpanjang Di Yogya” yang dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa Universitas Sanata Dharma dan para mahasiswa Universitas Atmajaya beserta elemen masyarakat yang tergabung dalam organisasi Solidaritas Mahasiswa Untuk Revormasi (SOMASSI) menuntut pertanggung jawaban presiden Soeharto atas krisis ekonomi yang terjadi hingga bentrokan antar aparat keamanan (ABRI) dan mahasiswa. Para demonstran berusaha menduduki sepanjang jalan gejayan hingga selepas senja dengan membakar ban bekas, merobohkan pohon, menggeser pot bunga besardari trotoar ke tengah jalan raya agar dapat merintangi laju aparat keamanan ketika mengejar para demonstran. Peristiwa Bentrokan Pada Tanggal 5 Dan 8 Mei 1998 ini dikenal dengan peristiwa “menduduki jalan Gejayan” dan mengakibatkan korban tewas dari pihak demonstran akibat bentrokan fisik dengan aparat keamanan yang kemudian bukti fotonya dipampang pada halaman pertama harian Bernas tanggal 9 mei 1998.
Bagi pihak keamanan masalah demonstrasi harus cepat diselesaikan karena hal ini dalam rangka menertibkan kehidupan sosial, termasuk aktivtas masyarakat dalam menyuarakan sikap kritisnya melalui aksi massa. Namun bagi para mahasiswa para keamanan ini hanyalah orang-orang yang telah turun derajatnya dimana ia seharusnya menjadi pelindung negara malah digunakan sebagai alat pelindung bagi segelintir orang berkepentingan beserta keluarganya.  Bagi peserta demonstrasi yang bukan mahasiswa dengan mengikuti demo merupakan peluang dimana ia bisa melawan polisi bersama-sama namun dibalik itu para demonstran malah dianggap sebagai pemberontak oleh aparat ABRI yang telah melakukan aksi anarkisme dan mengganggu ketertiban umum. Aksi-aksi keberingasan anggota ABRI membeberkan sebuah kebenaran bahwa para aparat keamanan ini selalu merasa sebagai pemilik kebenaran sehingga ia bisa melakukan apapun pada mereka yang dianggap bersalah.  
Demonstrasi mahasiswa hanya dapat dilakukan di dalam kampus saja karena jika demonstrasi dilakukan dijalan maka akan mendapat tidak langsung dari kepolisian lalu dimanakah letak aspirasi mahasiswa yang juga merupakan rakyat indonesia? Jika hanya di dalam kampus saja apakah aspirasi mahasiswa akan didengar atau hanya dianggap ocehan semata? Saya lebih setuju jika demonstrasi diturunkan ke jalan karena hal ini akan lebih didengar dan mendapatkan respon yang lebih cepat. Apa gunanya berkoar-koar didalam sebuah ruangan akademis tapi tidak terdengar?.
Artikel ini mempunyai hubungan yang erat dengan aksi turuk ke jalan yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Negri Makkasar dengan menutup jalan AP Petanani menuntut kenaikan harga BBM bersubsidi mengingat jika harga BBM naik maka harga sembako dan yang lainnya juga akan merangkak naik hingga rakyat miskinpun akan terus terhimpit. Demonstrasi ini juga mengakibatkan bentrok antara mahasiswa dan aparat kepolisian hingga para wartawanpun tak luput menjadi korban para aparat kepolisian. [1] Demonstrasi ini merupakan aspirasi mahasiswa agar mereka didengar dan keadilan bagi para rakyat terutama rakyat miskin diperhatikan.



[1] Liputan “METRO HARI INI” tanggal 13 november 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar